PENGALAMAN  SELAMA  MENGIKUTI  F3C di  OTA CITY – JEPANG

Sebagai catatan, awalnya kami berencana untuk mengikuti bukan hanya F3C saja, namun juga F3A dengan masing-masing mata lomba diikuti oleh 3 atlit (full team). Namun sayang, pada saat terakhir sebelum berangkat 2 atlit F3A tidak bisa berpartisipasi karena kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Sayang sih, tapi gimana lagi. Akhirnya saya juga memutuskan untuk tidak berpartisipasi di F3A dengan pertimbangan lokasi lomba F3A dan F3C yang terpisah cukup jauh, hanya saya seorang diri ikut F3A dan masalah pesawat model yang harus saya bawa. Saya sebagai helper F3C, mengamati/mempelajari bagaimana para competitor berlaga.

Pengalaman ini akan saya sampaikan menjadi dua bagian, yaitu menyangkut masalah perjalanan dan yang berkaitan dengan pertandingan.

Saya dan Erick berangkat tangggal 1 Sept 06 jam 1400  dari Surabaya menuju Jakarta untuk bergabung dengan Frans dan Ridwan. Terasa cukup waktu yang kami cadangkan, karena penerbangan kami ke Narita jam 1900. Namun penerbangan yang direncanakan jam 1400 tertunda hingga hampir 1 jam (harap maklum, dan perlu antisipasi lebih). Pada saat kami sampai di Cengkareng dengan membawa peti berisi 2 sets heli, Frans dan Ridwan sudah menunggu untuk check in. Pelaporan kepada bagian Bea Cukai tentang 6 sets heli yang kami bawa keluar Indonesia dan akan dibawa kembali untuk keperluan pertandingan serta bebas fiskal untuk kami semua telah selesai. Ini semua berkat upaya Pordirga Pusat, terima kasih dan rasa syukur kami ucapkan. Pendek kata pesawat yang membawa kami berangkat tepat waktu dan stop over di Changi selama 1.5 jam sebelum perjalanan ke Narita dilanjutkan.
Keesokan harinya kami tiba di Narita jam 0800. Di counter imigrasi telah berjubel banyak orang yang antri. Walaupun counter imigrasinya ada 14, namun hanya 3 yang buka (mungkin petugasnya masih ngantuk). Kami harus antri cukup lama.

Photo 1 memperlihatkan peti heli kita dan terlihat pula team Singapura, yang kebetulan sepesawat dengan kita. Peti model diangkut terpisah dengan truk ke Ota, kota dimana CAOCC 2006 diadakan, sedangkan peserta/koper menggunakan bus. Kita, team Australia (tidak nampak) serta Singapura sedang menunggu bis seperti yang nampak pada photo 2.

Image Image

ampir 2 jam perjalanan kami sampai di hotel. Peti berisi heli sudah ada di lobby hotel dan setelah istirahat beberapa saat, kami langsung mengeluarkan semua heli dan menyiapkannya. Suasana lobby hotel yang sempit nampak pada photo 3. Semua peti yang telah kosong disimpan di tempat lain, karena sempitnya ruangan yang tersedia di hotel. Panitia akan mengurus penyimpanan peti tersebut.
Masalah yang terkait pertandingan, dimulai dengan pembukaan  yang secara resmi dilakukan di auditorium kota Ota oleh presiden Japan Aeronautic Association yang sebelumnya didahului sambutan walikota Ota dan delegasi  FAI. Photo 4 memperlihatkan suasana pada saat pembukaan yang tidak hanya dihadiri oleh semua kompetitor namun juga disaksikan oleh judge dan juri. Sederhana, tidak kepanasan, tertib dan singkat. Kompetitor, panitia serta semua pihak yang terkait tidak terserap energinya untuk kegiatan pembukaan ini. Kemudian dilanjutkan dengan registrasi atau model processing. Hal yang biasa kita lakukan di Indonesia pada saat setiap kali sebelum pertandingan. Perbedaannya hanya soal ketertiban dan jadwal. Setiap team dialokasikan waktu sekitar 15 menit untuk melakukan proses ini. Semua kompetitior telah siap dengan model yang siap untuk diproses, serta data-data pendukung. Semua yang terlibat, baik competitor maupun panitia, senang dan puas karena tugas dapat terselesaikan  dengan cepat dan efisien.

Image Image

Setelah registrasi yang selesai pukul 10:00, semua competitor menuju arena lomba yang berjarak lebih kurang 30 menit. Pada saat kami sampai di arena pertandingan sederet bendera dari berbagai negara yang terlibat dalam event ini telah berkibar. Lihat pada photo 5, bendera Merah Putih bendera NKRI sedang berkibar di negara Matahari Terbit. Petugas sudah siap menunggu transmiter impound, karena latihan resmi akan segera dimulai. Kami bergegas menyerahkan transmitter dan menuju ke tenda dengan inisial INA, yaitu tendanya tean Indonesia. Setiap negara peserta disiapkan satu tenda.

CAOCC 2006 Ota diikuti 8 negara (Jepang–3 kompetitor, Taiwan–3 kompetitor, Filipina–3 kompetitor, Australia–3 kompetitor, Hongkong–3 kompetitor, Cina–3 kompetitor, Indonesia–3 kompetitor dan Singapura–2 kompetitor) dengan 23 kompetitor.

Latihan resmi berlangsung tanpa ada kendala. Cuaca cerah, angin ================ selama latihan resmi. Semua mata menanti team Jepang yang akan turun dalam latihan resmi ini. Maklum ketiga competitor dari Jepang ini mantan juara dunia. Kalau ada pembaca masih ingat Kazuyuki Sensui, yang pernah datang di Bali beberapa saat yang lalu, dia juga ikut sebagai competitor.


 

Preliminary round 1 dan 2 diadakan keesokan harinya, 6 September 2006.  Ketika bangun dan melongok ke luar, pagi itu gerimis. Awan abu2 menyelimuti kota Ota seluruhnya, matahari tak nampak. Memang hari itu diprediksi ada badai. The show must go on. Setelah makan pagi, kami berangkat ke arena lomba. Photo 7 memperlihatkan kita lagi persiapan. Bila sehari sebelumnya pada saat latihan resmi suhu sejuk layaknya di Puncak, namun pada saat preliminary round 1 dan 2 terasa terlalu dingin tanpa jaket/mantel. Photo 8 menunjukkan Ridwan sedang mempersiapkan untuk terbang dan model berada di ready box siap untuk saya start. Saat itu sedang gerimis. Contest director beberapa kali menghentikan lomba, apabila gerimis semakin deras. Pada hari ini ada dua kejadian signifikan yang menimpa tim Australia. Yang pertama helinya crash masuk kesemak-semak/rawa, dan akhirnya pemiliknya menyerah unutk mencari. Yang kedua crash saat hover, perkiraan saya karana kegagalan mekanik. Harap diperhatikan photo 9, sebenarnya saya tidak menunjukkan heli yang crash, namun perhatikan transmitter yang ada ‘payung’ nya. Ini bagaimana competitor mengantisipasi situasi pada saat lomba. Sebagai catatan, bagi kontestan yang memakai kacamata, seperti Erick, gerimis sangatlah mengganggu pandangan pada saat terbang karena kacamatanya kena air hujan. Mobil aja pakai wiper! Saya, juga berkacamata, yang bertugas sebagai caller saja terganggu. Pada hari pertama lomba menyelesaikan ronde 1 dan 2, Indonesia pada peringkat 6 dari 8.

Image Image

Hari berikutnya menyelesaikan preliminary round 3 dan 4. Cuaca jauh lebih bersahabat, tidak ada lagi gerimis. Suhu tetap terasa dingin untuk kami. Pada hari kedua lomba, segalanya berjalan mulus. Babak penyisihan selesai jam 1600, sepuluh menit kemudian score sudah ada papan. Sebelum kita kembali ke hotel, seluruh penerbang Hirobo berfoto bersama. Karena ketiga penerbang dari Indonesia pakai Hirobo, ya harus ikut. Bukan promosi lho!

Team Indonesia akan pulang keesokan harinya, maka peti-peti model harus diambil di tempat penyimpanan dan dibawa ke hotel untuk pengepakan. Kami akan berkendara mobil dari Ota ke Narita yang memakan waktu 2 jam, kalau tidak kesasar. Jangan khawatir, teman kita orang Jepang sudah memprogran GPS yang ada di mobil dari Ota ke Narita. Kami berangkat jam 0300 dan sampai di Narita jam 0700. Semua berjalan lancer sampai ke rumah masing-masing.

Praise the Lord.

Sebagai catatan saya tentang kompetisi.

  1. Penerbang F3C dari Jepang memang selayaknya juara. Hashimoto, Dobashi dan Sensui adalah mantan juara dunia. Score mereka antara 8 sampai 9 pada setiap maneuver, sehingga tiap ronde akan mendapatkan score antara 240 sampai 260.
  2. Di bawah penerbang Jepang, terdapat penerbang dari Filipina dan Taiwan. Score mereka antara 200 sampai 220 atau score per maneuver antara 7 sampai 8.
  3. Nilai deviasi penerbang pada point 1 dan 2 adalah kecil.
  4. Team Indonesia, dengan score antara 100 sampai 160 menunjukkan tiap maneuver mendapat score antara 3 sampai 6. Kalau di teliti lebih dalam lagi, ada maneuver yang dapat 7 namun ada yang dapat 1. Nilai deviasi penerbang kita amat besar.
  5. Dari point 4, apa yang dapat kita pelajari adalah kita kurang/tidak konsisten dalam berlatih. Baik konsistensi antar maneuver dalam tiap penerbagan maupun antara penerbangan. Konsistensi tidak dapat dicapai dalam satu atau dua bulan berlatih. Hal ini memerlukan ketahanan, determinasi, pengetahuan serta model yang representative.
  6. Faktor mental sangatlah perperan dalam menghadapi event sekelas CAOCC.
  7. CAOCC 2006, menurut perkiraan saya sudah selevel WC karena penerbang-penerbang Jepang yang berkaliber juara dunia.
  8. Kalau team Merah Putih mau berada di 10 besar di arena CAOCC menurut saya peluang masih terbuka. Apa kita mau? Ayo..........

Surabaya, 17 Sept 2006

Benny Limanhadi

{moscomment}